PRASANGKA
“Aku menunggumu.” Julian
berkata dari balik layar laptop Anne.
”Oh, maaf.” Anne menaikkan
alis kanannya dan sibuk memainkan rambut ikal cokelatnya. Dengan tampang acuh,
dia mengabaikan layar dan menekuri jemarinya yang baru saja dirawat di salon
kecantikan langganannya.
Lalu Anne menambahkan dengan
sarkastis. ”Aku sibuk menonton film.”
”Anne, dengar...” Kata
Julian. ”Aku minta maaf karena aku tidak...aku sibuk, kau tahu. Kompetisinya—”
”Berikut pestanya dengan
cewek-cewek.” Sela Anne. ”Kau menang, kau merayakan pesta kemenangannya, dan
kau bersenang-senang dengan mereka. Bukan begitu?”
Julian mengerutkan dahi dan
menyipitkan matanya. ”Apa maksudmu?”
”Oh, ayolah Jul.” Anne memutar kedua bola matanya dan menatap
layar laptop dengan tajam. ”Alasan apa lagi yang akan kau lontarkan?”
Julian menyanggah, ”Anne
sungguh...kau tak mengerti...”
”Tentu saja aku mengerti.”
Anne berujar dengan sikap defensif. ”Dengan sangat baik.”
”Tidak. Aku yakin kau tidak
mengerti.” Kilah Julian sembari menggeleng-gelengkan kepala. ”Apa kau tahu aku
sedang menyiapkan visa dan paspor untuk pergi ke negaramu? Kau tahu itu?”
Anne membuka mulut dan
bersiap menyangkal, ”Unt—” ketika Julian memotongnya.
”Kau tahu, aku ingin
mengunjungimu.” Julian berhenti dan menarik napas dalam-dalam. Seperi sedang
memikirkan suatu pilihan mana yang akan diucapkan.
”Kupikir itu saja yang perlu
kau ketahui saat ini, my angel.” Kata Julian pada akhirnya.
”Jadi, maksudmu...” Anne
berkata terbata-bata, mencoba mencerna perkataan Julian. Selama ini dia telah
berprasangka buruk terhadap Julian. Hubungan jarak jauh ini selalu membuat Anne
curiga. Apalagi ketika Julian tidak bisa menepati janjinya untuk bertegur sapa
melalui Skype. Setiap alasan yang diberikan Julian apabila tidak dapat ditepati
tidak langsung ditelan bulat-bulat oleh Anne lantaran curiga. ”Ada banyak hal
yang belum aku ketahui saat kau tiba di sini?”
Julian hanya tersenyum
simpul. ”Bagaimana menurutmu?” pungkasnya.
***
0 comments