SURAT UNTUKMU
Hai kau,
Bodoh. Mengapa
harus menuruti kehausanmu akan sesuatu yang seharusnya sudah hancur? Eh, bukan.
Maksudku, sesuatu yang seharusnya tak kau sentuh lagi, karena kau sudah
berjanji untuk terhempas dari peredarannya. Saat ini kau bahkan terlihat
seperti pengemis yang meminta uang untuk makan. Bodoh dan menyedihkan. Padahal
kau tahu sendiri itu tidak mungkin terjadi, seandainya...seandainya kau cukup
kuat menahan diri untuk tidak terlalu masuk ke wilayah peredarannya.
Membayangkan
betapa indahnya masa lalu hanya membuatmu lemah....
Sungguh, tidak
bisakah kau berhenti mengetikkan namanya di kotak pencarian? Aku mulai kesal
melihatnya. Lihat, kau mulai berteriak kecil mendapati dirimu melakukan itu
lagi dan detik kemudian menyesali perbuatan konyolmu itu. Aku kan sudah
memberitahumu untuk berhenti memikirkannya. Kau ini tuli atau apa?
Melanjutkan
pembicaraan tadi; membayangkan betapa indahnya masa lalu hanya membuatmu lemah.
Mau saja kau diantar ke tempat-tempat penuh kenangan yang fana itu. Maksudku,
itu kan masa lalu, mengapa harus berlarut-larut tinggal di sana sementara kau
punya masa depan yang masih perlu dan penting untuk dipikirkan.
Jadi, kapan
kau bangkit?
Aku kangen,
nih, dengan semangat membaramu itu. Melejit dari peringkat sepuluh ke peringkat
tiga di kelas. Yah, walaupun bukan prestasi yang gemilang-gemilang amat, tapi
ambil saja sisi positifnya. Kalau kau bisa terus menjaga semangatmu tetap
membara, aku yakin rintangan masalah dan keresahan itu hanya batu kerikil di
jalanan. Kau mengerti maksudku, kan?
Baiklah, aku
masih menunggu perubahan itu. Semoga berhasil.
Tertanda yang
mengamati diri sendiri,
Aku
****
3 Juli 2014
9:32 AM
0 comments