AOZORA NO FAN
Jujur saja, kalau mereka menganggapku sebagai penggemar fanatiknya band Aozora, jelas mereka salah besar.
Aku tidak merasa kalau aku adalah penggemar fanatiknya. Aku tidak menganggap
mematai-matai Ame sang pianis dari tong sampah depan rumahnya sebagai hal yang
keterlaluan. Menunggu kedatangan mereka di bandara dari dua hari sebelumnya
juga tidak bisa dianggap berlebihan, hingga menyingkirkan orang-orang yang
menghalangi jalanku untuk selalu dekat dengan Aozora. Itu semua adalah hal yang
biasa buatku.
Tapi tidak ada yang memercayai kata-kataku. Daripada aku
berteriak tidak jelas membela pemikiranku dan menghabiskan energiku untuk
memberikan penjelasan kepada mereka, aku akan membungkam mulut mereka dengan
caraku sendiri saja. Akan kutunjukkan kalau cintaku pada Aozora itu murni dan
aku tidak suka dengan istilah penggemar fanatik. Pokoknya aku bukan penggemar
fanatiknya. Aku selalu merasa kalau aku dilahirkan untuk selalu menjaga Aozora.
Sejak pertama kali aku menemukan Aozora, aku langsung mengerti ke mana jalan
hidup akan membawaku.
Kalian harus mendengar ceritaku saat aku berusaha mengamankan toilet karena Niji sang vokalis sedang berada di dalamnya. Untungnya toilet sedang dalam keadaan sepi dan tidak ada orang, Niji tidak perlu khawatir akan orang yang berniat membunuhnya. Namun tugasku sebagai orang yang akan selalu menjaga Aozora benar-benar dipertaruhkan di sini. Rasanya benar-benar mendebarkan sampai aku takut Niji mampu mendengar degupan jantungku yang sepertinya bisa melampaui permainan drum Boufuu sang drummer Aozora. Tapi dalam keadaan seperti itu aku tidak boleh terlihat lembek. Dengan berdiri gagah dan kedua tangan bersedekap di dada, aku menjadi penjaga pintu yang tangguh bagi Niji. Oh, Niji pasti sangat senang sekali memiliki penggemar sekaligus penjaga seperti aku.
Kalian harus mendengar ceritaku saat aku berusaha mengamankan toilet karena Niji sang vokalis sedang berada di dalamnya. Untungnya toilet sedang dalam keadaan sepi dan tidak ada orang, Niji tidak perlu khawatir akan orang yang berniat membunuhnya. Namun tugasku sebagai orang yang akan selalu menjaga Aozora benar-benar dipertaruhkan di sini. Rasanya benar-benar mendebarkan sampai aku takut Niji mampu mendengar degupan jantungku yang sepertinya bisa melampaui permainan drum Boufuu sang drummer Aozora. Tapi dalam keadaan seperti itu aku tidak boleh terlihat lembek. Dengan berdiri gagah dan kedua tangan bersedekap di dada, aku menjadi penjaga pintu yang tangguh bagi Niji. Oh, Niji pasti sangat senang sekali memiliki penggemar sekaligus penjaga seperti aku.
Saat aku melihat sedikit saja gelagat aneh di sekitar toilet, aku
akan mengarahkan pandanganku ke arah itu dengan cermat. “Hei, mau sampai berapa
lama kau menahan kami di depan toilet?
Kami sudah kebelet, nih.”
“Tidak akan kubiarkan kalian masuk.” Kataku tegas. “Sampai Niji keluar.”
“Cih, memangnya kamu siapa?” Tantang seseorang yang berjalan
mendekat ke arahku. “Kamu, kan, bukan bodyguard-nya si personel Aozora
itu. Jangan sok berlagak, deh.”
Dan saat itu pula terdengar suara hunusan pisau. Detik kemudian
darah mengucur dengan deras dari leher yang telah terbelah dengan kepala orang
yang sudah berani menantangku dan meremehkan harga diriku.
“Aku tidak suka disebut bodyguard.” Kataku dingin. “Karena aku
bukan bodyguard yang dibayar untuk menjaga Niji ataupun Aozora. Aku adalah
penjaga Aozora—“
“Sama saja, tahu!” Ada sebuah suara yang menyahut entah dari mana.”Bodyguard,
kan, bahasa inggrisnya dari penjaga.”
“Beda!” Suaraku meninggi sedikit namun tetap dingin. Aku harus
menjaga suaraku sedingin mungkin untuk mempertahankan image menakutkan
ini. “Aku melakukannya dengan sepenuh hati. Dan aku....”
Aku berhenti sejenak untuk memberi kesan penegasan di setiap
kata-kataku ini. “Aku bukan penggemar fanatiknya.”
****
5 Juni 2015 7:25 PM
0 comments