(UN) HAPPY
Ini seharusnya tidak terjadi, kan? Semuanya mengalir terlalu cepat bagaikan air yang menggerus tanah di saat hujan menyapu permukaan terjal. Seperti itulah kebahagian tersapu oleh sesuatu yang paling ingin kau enyahkan dari ingatanmu sepanjang masa.
Di saat aku mulai membangun kembali rumah dari puing-puing angin topan yang membuatku tak sadarkan diri hingga dua belas bulan, di saat aku mulai menata kecerian, tawa, dan kesedihan pada tempatnya masing-masing, di saat aku mulai merencanakan apa yang aku lakukan mendatang dengan segala yang baru, aku menemukan bahwa dia menyeruak kembali. Dari kegelapan terdalam sosoknya terlihat tidak memperdulikanku. Tetapi aku yang memperdulikannya. Atau lebih tepatnya bertanya-tanya, "Mengapa harus kembali di puncak kebahagianku?"
Di saat aku mulai membangun kembali rumah dari puing-puing angin topan yang membuatku tak sadarkan diri hingga dua belas bulan, di saat aku mulai menata kecerian, tawa, dan kesedihan pada tempatnya masing-masing, di saat aku mulai merencanakan apa yang aku lakukan mendatang dengan segala yang baru, aku menemukan bahwa dia menyeruak kembali. Dari kegelapan terdalam sosoknya terlihat tidak memperdulikanku. Tetapi aku yang memperdulikannya. Atau lebih tepatnya bertanya-tanya, "Mengapa harus kembali di puncak kebahagianku?"
Kemudian aku disadarkan bahwa roda manusia selalu berputar. Mungkin aku pula yang kelewat bahagia tanpa mengantisipasi sosoknya yang kapan saja bisa muncul.
Entah mengapa sejak dia menyumbat penglihatan dan pendengaranku baru-baru ini, aku jadi makin sering melihatnya dan ini membuatku paranoid setengah mati. Dia tidak mengejarku. Tapi secara psikologis dia melakukannya. Di mana-mana aku membaca namanya, melihat sosoknya, bahkan suaranya.
Haruskah aku kembali ke masa lalu ketika aku bahagia atas apa yang telah aku lakukan?
*****
0 comments