RUMAH BALON
Minggu pagi sebelum terbangun karena sahur aku bermimpi. Mimpi buruk yang sayangnya adalah lucid dream. Sebelum tidur aku sadar aku telah membuat skenario-skenario cerita di otakku yang aneh perihal kejadian yang kualami tepat pada malam minggu.
Aku dan sekeluargaku
pergi ke mall Ramayana karena katanya menjelang akhir puasa aka lebaran,
Ramayana selalu mengadakan midnight sale dan diskon
besar-besaran. Tak pelak jalanan sekitar Ramayana padat banget waktu kami sampai
di sana. Parkiran penuh. Akhirnya kami memarkirkan mobil di Kantor Pos yang
jaraknya sekitar seratus meter dari Ramayana.
Begitu aku memasuki pintu
Ramayana, masya Allah ramai sekali. Tubuhku terhimpit
depan-belakang-kiri-kanan. Semua orang sibuk memilih baju-baju yang disediakan
di keranjang tertentu. Di atasnya tertulis diskon 70% + 30%. Hampir semua
orang pasti kalap kalau sudah melihat angka sebesar itu.
Ah, tujuan kami ke
Ramayana sebenarnya bukan untuk berbelanja. Kami cuma menerima traktiran es
krim yang dijual di Ramayana oleh Icha--adikku--yang lulus dengan nilai NEM
bagus.
Dan inilah awal aku mulai
bermimpi aneh. Otakku mulai membuat skenario yang tidak-tidak saat aku menaiki
eskalator dan memperhatikan kerumunan itu dari atas. Mataku seakan berubah
menjadi layar televisi yang menampilkan lautan orang yang sedang sibuk
berbelanja di mall lalu dari arah pintu masuk seseorang dengan pakaian
compang-camping dan berdarah sedang berjalan terseok-seok memohon bantuan namun
tidak ada yang menghiraukan hingga dia mendadak ambruk di tengah kerumunan yang
awalnya tidak menganggapnya ada dan dalam waktu sedetik keadaan berbalik
menjadi pekikan pendek di sekeliling orang yang tumbang itu.
Diketahui bahwa orang itu
jatuh dari kereta yang sedang berjalan. Belakang mall memang terdapat jalur
kereta api yang padat. Beberapa pedagang kaki lima yang mengatakannya. Mereka
melihat orang itu berjalan dengan gontai seperti kehabisan tenaga. Dia sungguh
butuh bantuan tapi para pedagang kaki lima tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka
sedang sibuk melayani pembeli yang sedang menunggu makan tahap dua sehabis buka
puasa. Mereka hanya melirik sekilas saat orang itu berjalan ke arah mall.
Aku langsung tahu keadaan
sedang tidak beres dan dengan cepat menduga kalau itu adalah awal mula wabah
zombie! Lihatlah. Jelas-jelas orang itu sedang sekarat. Terdapat darah di
sekitar wajah dan badannya. Kulitnya berubah kebiruan dan pembuluh darahnya
tampak di balik kulitnya yang memucat. Dunia akan segera hancur dalam hintungan
menit dari sekarang. Percayalah padaku. Kalian harus percaya padaku.
Sial, aku harus segera
mencari tempat perlindungan. Sesaat aku melupakan di mana adikku dan
orangtuaku. Entahlah, tiba-tiba aku merasa sendirian di sini. Aku merasa adikku
dan orangtuaku tidak pergi ke mall ini. Begitu pun dengan tujuanku berada di
sini bukan karena ingin ditraktir es krim oleh adikku. Aku sempat
bertanya-tanya mengapa aku bisa berada di sini tapi—hell yeah—tidak ada waktu untuk memikirkan hal remeh temeh seperti
itu.
Aku butuh tempat
perlindungan. Segera. Aku sudah menonton banyak sekali film tentang zombie dan
penasaran bukanlah solusi untuk situasi seperti ini. Aku mungkin orang terkepo
sedunia tapi aku sudah sangat yakin bagaimana situasi seperti ini akan
berakhir.
Kuedarkan pandanganku ke
seluruh penjuru bangunan. Aku butuh tempat yang
tidak dituju orang-orang yang sedang sibuk melihat kehebohan di lantai bawah.
Aku harus bergerak cepat.
Mataku menangkap
pandangan sebuah ceruk yang mengarah ke sebuah lift tak jauh dari
tempatku berdiri. Tanpa pikir panjang aku masuk ke dalam lift itu. Aku harus
mencari kantor mall yang tersembunyi. Tetanggaku merupakan pegawai yang bekerja
di kantor mall ini pernah berkata ada panel rahasia
di lift yang
menuju ke kantor tersebut. Dia pernah memberi tahuku. Tekan tombol 5-2-2 secara
berurutan dan kemudian tombol rahasia akan muncul.
Kumohon jangan bertanya bagaimana aku bisa tiba-tiba
diberitahu tentang tombol rahasia itu. Kalian harus ingat cerita ini adalah
mimpi yang terkadang berjalan tidak masuk akal.
Tombol lift rahasia
tersebut berwarna merah. Begitu aku menekan tombol itu, dinding belakang lift
terbuka yang rupanya merupakan sebuah pintu
dari sebuah lift kecil rahasia. Lift tersebut tidak besar. Panjangnya sekitar
satu meter dan lebarnya hanya untuk satu orang berdiri. Benar-benar lift yang
sempit.
Aku merasakan lift
rahasia ini berjalan ke atas dan sesungguhnya jantungku berpacu sangat cepat.
Aku takut akan menemukan semua manusia telah berubah menjadi zombie ketika lift
ini berakhir dan pintunya terbuka. Lantai 3. Sekarang lift sudah berada di
lantai 3 dan tidak ada tanda-tanda lift akan berhenti. Aku melihat ada seberkas
cahaya dari lantai 3 sebelum akhirnya menghilang lagi.
Lantai 4 dan lift
berhenti. Oh, aku tahu. Setelah ini pintu lift pasti akan terbuka. Aku menelan
air ludahku dan menarik napas dalam-dalam.
Napasku semakin memburu. Aku sudah siap dengan kondisi terkaman zombie di depan
mataku. Oke, aku siap mati kalau perlu. Tak apa jika memang itu sudah takdirku.
Namun hening. Hanya
keheningan yang kurasakan. Tanpa kusadari aku menutup mataku sejak aku tahu aku
sudah akan mencapai lantai 4 dan lift berhenti. Suara lift berdengung sebelum
pintu terbuka dan yang kudengar hanyalah keheningan.
Kuberanikan diri membuka
mataku dan kudapati sebuah ruang kecil berukuran segiempat kosong. Aku
melangkah keluar lift dan menengadah ke atas. Terdapat tingkap di atasnya. Oh,
kurasa ini adalah pintu keluarnya. Pelan-pelan kubuka tingkap dan aku mengintip
ada beberapa orang sedang sibuk menyiapkan sesuatu. Seorang wanita yang sedang
tergesa-gesa berjalan tiba-tiba menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahku.
Yah, aku tertangkap. Pasti setelah ini aku akan dibuang dan diusir.
Namun dia malah bertanya, "Siapa kamu?" dengan
alis berkerut. "Bagaimana kamu bisa tahu tentang lift itu?"
"Eh, aku..."
Jawabku terbata-bata. "Aku temannya Pak Widi. Tetangganya. Dia memberi
tahuku tentang lift ini."
Dia hanya mengangguk dan
kemudian pergi begitu saja. Kuanggap reaksinya sebagai jawaban kalau aku tidak
diusir. Lantas kuberanikan diri untuk keluar dan menyadari kalau saat ini aku
sedang tidak berada di kantor mall yang dikatakan oleh tetanggaku sama sekali.
Aku melihat beberapa
kotak segiempat tertata rapi berderet seperti milikku di ruangan ini dan sebuah
jendela kaca berukuran besar di depannya
mengitari seluruh isi ruangan ini. Tidak. Ini adalah ruangan
kaca dan hanya beberapa meter bagian saja yang tidak berdinding kaca. Aku
sempat meniliknya dan itu ternyata adalah kamar mandi. Kemudian di samping kamar mandi terdapat pintu yang terbuka sedikit. Terdapat tangga setelah pintu tersebut dan aku bisa mendengar
ada suara keributan di jarak yang agak jauh.
Jangan-jangan itu adalah
suara ribut orang-orang itu!
Kuberanikan berjalan menuju pintu tersebut dan menapaki
tangga ke bawah. Terdapat pintu lagi di ujung tangga. Pintu itu terbuka
sedikit. Aku bisa melihat orang-orang berkumpul agak jauh dari pintu.
Ya ampun ternyata tanpa harus melewati lift rahasia, siapapun
sebenarnya bisa mencapai ruang kantor tersebut. Hei, tapi ruangan tadi tidak
terlihat seperti kantor sama sekali. Ruangan itu terlihat seperti ruangan yang
telah dirancang untuk situasi yang mendadak dan fatal.
Aku sudah mencapai pintu bawah. Kubuka pintu itu lebih lebar
dan menutupnya lagi. Tampak orang-orang sedang mengerumuni balkon mall sambil
menonton kejadian yang sedang terjadi di lantai bawah. Dan aku sangat tahu
kejadian apa itu.
Dan walaupun aku sudah tahu kejadian apa itu, aku tetap
mendatangi balkon mall dan menjulurkan kepalaku ke bawah. Deg-deg-deg. Rasanya
aku sempat berhenti bernapas. Oh, ya ampun. Dugaanku tepat. Mengenai sasaran
seratus persen!
Ini adalah wabah zombie.
****
I'm sorry to say kalau cerita ini harus bersambung. Ketika aku menulis ini, aku tidak menyangka kalau ceritanya ternyata bakal sepanjang ini. Dan berhubung aku tidak ingin membuat kalian membaca terlalu lama (di samping ingin membuat lebih penasaran), aku harus memotong cerita ini menjadi dua postingan.
Mimpi tentang zombie, ya. Sebenarnya aku sudah tiga kali bermimpi tentang zombie. Cerita ini adalah mimpi kedua. Mimpi pertama aku dapat beberapa tahun yang lalu dan walaupun ketiga mimpi tentang zombie ini adalah tipe lucid dream yang pada dasarnya aku bisa mengingat jelas setiap adegan di mimpiku, aku sudah agak lupa mimpi pertamaku tentang zombie karena itu sudah sangat lama. Tidak lupa sepenuhnya hanya saja aku takut aku tidak bisa menggambarkannya dengan jelas dan alih-alih membuat cerita rekayasa yang berbeda dari mimpi.
Mimpi ketiga tentang zombie baru saja terjadi beberapa minggu lalu. Aku tidak mencatat kapan itu terjadi tapi aku masih ingat mimpinya. Beberapa adegan terjadi begitu saja dengan cepat seperti memang dari awal sudah begitu. Aku belum yakin akan menuliskannya atau tidak karena sejauh ini yang paling berkesan adalah mimpi kedua karena mimpi ini berbau sci-fi! Genre cerita yang aku suka.
Mimpi paling menakutkan adalah mimpi pertama. Mimpi pertama penuh dengan kejar-kejaran. Mimpi ketiga penuh dengan persembunyian. Mimpi kedua, kalian bisa menilai sendiri bagaimana cerita ini berjalan.
Terlepas dari itu semua, aku harap kalian suka seperti aku menyukai mimpi ini hingga aku mau menuliskannya, mengingat-ingat lagi setiap detail dan bagaimana perasaanku ketika aku menghadapi situasi di mimpi tersebut. Aku menulis cerita mimpi ini sejak bulan puasa tanggal 17 Juni 2017 setelah bangun tidur dan setiap aku ingin tidur dan mengingat mimpi ini, jantungku masih saja berdebar-debar luar biasa hebat.
Aku memang berlebihan. Aku selalu berlebihan kalau itu tentang zombie. Topik tentang zombie selalu membuatku merinding namun memacu adrenalinku di saat yang bersamaan. Aku selalu membayangkan bagaimana jika suatu hari wabah zombie benar-benar ada. Di manakah kita akan bersembunyi? Di dalam rumah? Apakah zombie bisa menembus pagar rumah kita? Apakah zombie bisa merobohkan pertahanan yang kita buat? Apa zombie bisa memanjat pagar kalau mereka tidak bisa merobohkan pagar? Apa mereka bisa berlari cepat? Apa mereka bisa mengejar kita? Seberapa lama kita akan aman di persembunyian? Seberapa lama sampai akhirnya mereka mengetahui keberadaan kita? Butuh berapa lama sampai jumlah zombie menjadi lebih banyak daripada manusia?
Yah, itu adalah pertanyaan-pertanyaan paranoidku tentang zombie. Tetap saja aku berharap hal ini tidak pernah menjadi kenyataan. Walau hal itu tetap saja memungkinkan ketika aku mendiskusikan tentang ini dengan temanku.
0 comments